Kamis, 02 Februari 2012

Panggilan Kristen Yang Tritunggal Dalam Masa Revolusioner

Oleh : Dr. O. Notohamidjojo, SH (alm)

(Bacaan Alkitab: Markus 3 : 14, 15)

“Maka ditetapkannya dua belas orang supaya mereka bersama-sama dengan Dia, dan supaya mereka itu disuruh pergi mengajar orang dan lagi akan beroleh kuasa membuangkan setan”.

GMKI dan tiap orang Kristen hidup dalam dunia yang penuh dengan bahaya dan penderitaan.

Dalam bidang internasional kita menghadapi suasana yang labil di mana tiap saat, peperangan dapat meletus. Malahan peperangan itu dapat juga menjalar ke dalam batas-batas negara kita.

Di bidang dalam negeri, kita menghadapi kesulitan-kesulitan penyelenggaraan keadilan dan kemakmuran dan mengalami pergolakan ideologi yang masing-masing datang dengan retensi dapat menyelesaikan penderitaan di Indonesia.

Di tengah-tengah dunia internasional dan nasional yang demikian seremnya, GMKI dan tiap orang Kristen harus hidup dengan mata terbuka dan telinga terbuka. Tidak hanya pancaindera kita harus terbuka, melainkan juga hati dan akal kita harus terbuka. Kita harus hidup dengan “normbesef” dengan kesadaran akan norma. Kita harus mulai apakah suatu gerakan atau penganjurnya itu dari Kristus atau dari roh gelap. Kita jangan hidup “sleepwalker”, sebagai orang yang mengigau, melainkan kita harus hidup berjaga.

Di tengah-tengah revolusi yang sedang menggelora dan mengguntur dunia dan dalam hati manusia ini, kita boleh bertanya sambil berdoa kepada Tuhan kita yang hidup:
“Apakah yang harus kami perbuat. Apakah panggilan kami di tempat kami ini dan pada masa kini?”

Tidak banyak nats dalam Alkitab yang padat, singkat dan lengkapnya menggambarkan panggilan orang Kristen.

Supaya mereka bersama-sama dengan Dia, dan supaya mereka itu disuruh pergi mengajar orang dan lagi akan beroleh kuasa membuangkan setan”.

Marilah pagi ini, dalam rangka peringatan Dies Natalis GMKI XIII dan pada Kebaktian Doa Sedunia, kita bicara tentang Panggilan Kristen yang tritunggal dalam masa revolusioner,
dengan perincian:

    1. Supaya kita bersama-sama dengan Kristus.
    2. Pergi.
    3. Berbuat.


1. Supaya kita bersama-sama dengan Kristus

a. Panggilan kita orang Kristen yang pertama pada masa revolusioner di Indonesia ini, sama dengan panggilan Kristen dari semua jaman dan semua tempat, yaitu bersama-sama dengan Kristus, bersekutu dengan Kristus. Bersama-sama dengan Kristus adalah raison d’etre kita sebagai orang Kristen. Bersekutu dengan Kristus adalah alasan keberadaan kita orang Kristen. Kita orang Kristen, baru Kristen dalam koinonia (persekutuan) dengan Kristus. Tanpa Kristus, kita bukan Kristen.

Pengkhianatan bagi orang Kristen yang terbesar ialah apabila berbuat seakan-akan tidak ada Kristus, apabila ia mengingkari bahwa Kristus mengendalikan pemerintahan di langit dan di bumi, di mana ada Kristus di situ ada Kristen.

Persekutuan dengan Kristus merupakan pensifatan yang menentukan, merupakan garis pemisah antara kekristenan dan semua ideologi duniawi. Perbedaan dogma atau denominasi antara orang Kristen bukan garis pemisah yang mutlak. Tetapi koinonia dengan Kristus itu menentukan pemisahan yang mutlak.

b. Kemudian, apakah arti (werdi) sebenarnya daripada “bersama-sama dengan Kristus?” Pertanyaan ini dijawab dengan jelas oleh Rasul Paulus dalam II Korintus 5 : 17 :
“Barang seorang yang hidup di dalam Kristus, ialah kejadian yang baru; maka segala apa yang lama itu sudah lenyap, sedangkan yang baru itu sudah terbit”.

Bersama-sama dengan Kristus adalah perkenan daripada Allah kepada kita manusia yang berdoa untuk turut mengambil bagian dalam hidup baru, atas dasar karya Kristus yang melakukan “Stellvertretende Gerechtigkeit” (keadilan yang menggantikan). Ia yang tiada berdosa dihisabkan sebagai berdosa untuk kebahagiaan kita semua.

Hidup baru itu bukan menyinggung segi tata lahir, melainkan justru mendalam dan mengakar kepada tata-batin, sampai ke hati. Kita manusia yang berdosa dijadikan makhluk yang baru sampai ke hati kita, yang menentukan sikap mewujudkan sumber fikiran dan perbuatan kita. Kristus adalah Adam yang baru yang memulai perihal baru dalam sejarah dan mengalaskan Kerajaan Baru, yakni Kerajaan Surga yang mencerahi dunia kita. Bersama-sama dengan Kristus berarti bahwa kita dihisabkan dalam hidup Kerajaan Surga.

Supaya kita orang Kristen tetap hidup Kristen, kita harus senantiasa hidup dalam Terang Pemerintahan Tuhan.

c. Apakah syaratnya supaya kita tetap dalam Terang Pemerintahan Allah?
Kita orang Kristen harus tetap hidup dalam dialogia dalam soal jawab dengan Kristus, Tuhan Kita.

Kita harus mengalami kehadiranNya dalam hati kita, mengalami dialogia dengan Tuhan dalam doa kita, dalam kebaktian kita dan dalam pelayanan sakramen. Pendeknya dalam seluruh hidup kita, kita harus mengalami kehadiranNya, pesertaanNya yang penuh kasih dan rahmat. Baru dengan perkenalan secara pribadi atas dasar pengalaman dalam seluruh hidup kita sehari-hari, kita dapat menjadi martyr dalam arti yang rangkap: saksi dan menderita untuk Kristus.

d. Hidup bersama-sama dengan Kristus berarti hidup sebagai anggota Tubuh Kristus.
Tiap orang Kristen terpanggil untuk mendemonstrasikan hidup baru, yang dipernyatakan oleh Kristus dalam hidupnya. Kita terpanggil akan imitatio Christy, untuk meneladani hidup Kristus sesuai dengan norma dan Hukum Kerajaan Allah.

Lain daripada itu, apabila kita hidup dalam Kristus maka menurut 1 Yahya 1 : 7 : “Jikalau kita berjalan dalam terang sebagaimana Ia (Kristus) juga ada di dalam terang, maka bersekutulah kita seorang dengan seorang”.

Apabila kita hidup dalam Kristus kita merupakan persekutuan (koinonia) yang kuat teguh yang tidak dapat dipecah-pecah oleh roh gelap.

Hidup baru dan persekutuan antara orang Kristen merupakan tanda-tanda daripada keberadaannya bersama-sama dengan Kristus.

2. Pergi mengajar orang
Panggilan kita yang kedua ialah “pergi mengajar orang”. Atau dengan perumusan yang lebih luas dari Matius 28 : 19 : “Sebab itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian bangsa itu muridKu, serta membaptiskannya dengan Nama Bapa, dan Anak dan Rohkudus”.

Istilah Yunani yang digunakan berarti kata pergi, berjalan. Gereja Kristen dan orang Kristen di dunia dan di Indonesia ini diharapkan supaya jangan berhenti, jangan statis, jangan mandek, tetapi bergerak, dinamis dan maju. Kita tidak diharapkan hidup dalam istana, melainkan hidup dalam tenda, yang tiap saat sanggup beralih tempat sesuai dengan perubahan situasi dan strategi. Kita dipanggil untuk pergi. Lambang hidup Kristen yang wajib kita teladani adalah hidup Abraham. Ia dipanggil oleh Tuhan untuk meninggalkan negeri Ur di Chaldia untuk menuju ke suatu negeri yang dijanjikan oleh Yahwe.

Demikian juga orang Kristen untuk menempuh suatu “Abrahamatisch avontuur”, suatu “Abrahamic adventure”, menuju ke negeri Perjanjian, Kerajaan Surga.

Tugas kita adalah pergi. Istilah pergi itu meliputi dua hal :

    a. Berangkat dan meninggalkan alam yang lama.
    b. Memasuki lingkungan dan dunia baru.


Orang Kristen tiap saat harus siap untuk berangkat, untuk bergerak dengan dinamika.

Ibrani 13 : 14 menyatakan: “Karena di dunia ini kita tiada mempunyai negeri yang kekal, melainkan kita mencari negeri yang akan datang”.

Kita orang Kristen adalah refugee, pengungsi dari negeri lain, yang menuju ke Kerajaan Surga. Kita ini menurut doa Imam Agung Kristus, berada di dunia, tetapi bukan dari dunia. Raja kita memerintahkan kepada kita supaya kita pergi, supaya kita menjadi musafir.

Sebab itu tidak ada seorang yang demikian dinamiknya, demikian bergerak cepatnya seperti orang Kristen. Orang Kristen yang statik tidak mengerti panggilannya. Sebab itu nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia adalah nama yang sesuai dengan panggilan yang dinamik menurut komando Kristus. Kita sekalian harus membenarkan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dalam kehidupan organisasi kita.

Kita pergi.
Pada masa sekarang ini ketentuan-ketentuan hidup kita, perlindungan-perlindungan yang mengamankan hidup kita seakan-akan diambil oleh Allah dan kita dicampakkan dalam kenyataan panggilan kita: kita harus pergi, jangan mengikat pada satu tempat atau satu siasat, kita harus menempuh avontuur Abraham di muka bumi ini.

Pergi berarti berangkat, tetapi berarti juga memasuki dunia dan lingkungan baru. Dunia dan lingkungan baru yang kita masuki ialah dunia yang sekuler, dunia yang tidak mengenal Kristus, dunia yang melawan Kristus.

Untuk dapat pergi mengajar orang dalam dunia sekarang itu kita harus mengenalNya. Kita harus mengetahui bahwa dunia yang mengingkari Kristus/Allah itu mengganti Kristus/Allah dengan berhala-berhala ciptaannya sendiri. Manusia adalah manusia yang religious. Dalam hatinya ditanamkan oleh Tuhan: semen religionis, bibit keagamaan, sehingga apabila ia tiada berbakti kepada Allah, lalu menyembah berhala. Dunia sekuler itu kecuali menyembah berhala dikuasai oleh ideologi-ideologi yang pada hakekatnya dan dalam intinya merupakan self-deification (pendewasaan dari diri pribadi) daripada manusia. Kita harus mempelajari, meneliti, dan mengenal dunia sekuler beserta ideologi-ideologinya, supaya kita dapat mengajarnya tentang Kristus, sehingga ajaran kita memperoleh tanggapan.

Lain daripada itu kita wajib mempergunakan alat komunikasi, harus menggunakan bahasa yang difahami oleh dunia. Pada masa ini, bahasa revolusi yang dipahami oleh orang Indonesia. Kita orang kristen harus memakai bahasa revolusi untuk dapat dimengerti.

Sebenarnya tidak ada orang yang serevolusioner seperti kita Orang Kristen. Kita ingin merevolusikan / mentransformasikan seluruh dunia/umat manusia atas dasar hisup baru dalam Kristus. Semua revolusi yang dikehendakkan oleh ideologi-ideologi duniawi hanyalah revofmisme revolusi tambalan karena didasarkan pada manusia lama yang berdosa.

Pergilah memasuki dunia sekuler dan pergunakanlah bahasa pengantarnya dalam mengajar mereka tentang Kristus, Tuhan kita.

3. Berbuat, Membuangkan Setan
Atas panggilan Kristus, kita orang Kristen seharusnya bergerak dengan dinamika, memasuki dunia yang sekuler. Tapi kita ingin menetap dalam kamar doa kita, dalam tembok gereja kita, dalam dinding universitas kita.

Atas panggilan Kristus kita orang Kristen seharusnya berbuat melawan dan membuang setan, melawan dan membuang roh gelap dari dunia dan ideologi-ideologinya. Tapi kita lebih suka menikmati hidup tanpa berbuat apa-apa untuk revolusi Kerajaan Surga. Kita orang Kristen menjadi sedemikian lalai dan lengah di bidang kerja dan perbuatan, sehingga semboyan kerja kita diambil alih oleh kaum komunis.

Untuk memberikan contoh: “Jikalau barang seorang tiada mau bekerja jangan ia makan”, ini dikenal oleh tiap orang komunis di Rusia. Kita orang Kristen tidak mengetahui bahwa semboyan itu adalah nats dari Alkitab, yang terdapat dalam II Tesalonika 3 : 10.

Semboyan lain: “Dari masing-masing sesuai dengan kecakapannya kepada masing-masing sesuai dengan kebutuhannya”. Inipun dikenal oleh orang Rusia, tetapi tidak oleh kita. Ungkapan itu berasal dari Calvin, yang hidup tiga abad sebelum Marx. Calvin menyusun rumusan itu atas dasar II Korintus 2.

Kelebihan kita orang Kristen adalah bicara, bicara terlalu banyak. Kekurangan kita adalah aksi, perbuatan.

Kita harus mengidentifikasi diri, menyaturagakan dengan penderitaan dalam masyarakat kita. Kita harus menyusun proyek kerja, program aksi.

Kita dipanggil untuk berbuat, untuk melayani, untuk melawan dan membuang setan dan roh gelap, yang mempergunakan kegiatan kerja untuk menentang Terang Kerajaan Surga.

Kita mengira bahwa sudah memadailah jikalau kita bersama-sama dengan Kristus dan pergi mengajar orang. Belum cukup!

Kita harus membuang setan, kita harus mentransformasikan dunia. Kita harus membaharui bidang kegerejaan, bidang politik, bidang sosial, bidang ekonomi, bidang kebudayaan (ilmu, kesenian, pendidikan). Bagi orang Kristen bidang-bidang itu tidak terpisahkan daripada koinonia (sekutuan dengan Kristus) dan kerugma (proklamasi Kerajaan Surga).

Pemisahan pelayanan (diakonia) dalam bidang-bidang tersebut dari koinonia dan kerugma, bertentangan dengan panggilan tritunggal daripada orang Kristen.

Sebab itu di lapangan diakonia yang beraneka warna itu diharapkan daripada kita untuk melakukannya dalam horison Kerajaan Surga dan mendasarkannya atas:
agape : kasih yang mengorbankan diri;
a-letheia : kebenaran (truth), sebenarnya: tidak tertutup, pembukaan rahasia;
dikajosune : keadialan (tapi bukan dengan cashnex melainkan dijiwai oleh “personal touch”).

Marilah kita bukan non-aktif, melainkan aktif, bukan menganggur, melainkan dengan dinamika hidup.

Susunlah rencana kerja untuk kita laksanakan dengan setia. Marilah kita mendengar dan melaksanakan panggilan Kristen yang tritunggal:

    - Bersekutu dengan Kristus (koinonia)
    - Pergi mengajar dunia (kerugma)
    - Giat dan berbuat membuang roh gelap (diakonia) di bidang kegerejaan, politik, sosial ekonomi dan kebudayaan.
Tuhan beserta kita.




Dr. O. Notohamidjojo, SH (alm) adalah Rektor I Universitas Kristen Satya Wacana. Senior Members GMKI Cabang Salatiga.
Ini merupakan Khotbah Dies Natalis GMKI XIII pada perayaan di GMKI Cabang Salatiga, 17 Februari 1963. Diambil dari Buku "Kreativitas Yang Bertanggung Jawab". Universitas Kristen Satya Wacana. 1993 ; hal 49-53.

0 komentar:

Posting Komentar